Tweet |
Zat warna belerang adalah zat warna yang pada setiap struktur molekulnya selalu terdapat rantai belerang sebagai khoromophor dan gugusan samping yang berguna dalam proses pencelupan.
Contoh struktur molekul zat warna belerang :
Immedial Yellow GG
Struktur molekul zat warna belerang merupakan molekul yang kompleks dan tidak larut dalam air, tetapi zat warna belerang dapat larut didalam larutan Na2S sebagai pereduksi, dengan atau tanpa penambahan soda abu untuk melarutkannya. Dalam hal ini jembatan belerang direduksi oleh Na2S menjadi komponen yang dapat larut dalam air dan subtantif terhadap serat. Terbentuknya tiol-tiol yang mengandung gugusan –SH akan terserap oleh serat dan akan mudah teroksidasi membentuk zat warna yang mengandap didalam serat dan didalam pencucian nilai tahan lunturnya sangat baik. Proses oksidasi yang dapat dilakukan dengan cara oksidasi udara atau dengan oksidator-oksidator lainnya.
Proses yang berlangsung dapat dituliskan sebagai berikut :
a. Proses pelarutan
(tidak larut) (larut dalam air)
b. Proses Pencelupan
c. Proses oksidasi
(mudah larut) (sukar larut)
(tidak larut)
Pada zw belerang sering terjadi prematur oksidasi sehingga zw leuco kembali lagi kebentuk semula yang tidak larut untuk mencegahnya maka ditambahkan reduktor lemah misalnya Na2S. Sutera tidak tahan terhadap alkali kuat tetapi pencelupan harus pada pH alkali sehingga untuk membuat pH alkali digunakan alkali lemah yaitu (NH4)2SO4.
Reaksi - reaksi
1. Proses pembuatan leuco
2. Pembuatan pH alkali dengan alkali lemah dengan (NH4)2SO4
Reaksi diatas menurunkan Na2S menjadi (NH4)2S yang berfungsi sebagai pembentuk leuco zw belerang.
3. Pembangkitan warna menggunakan K2Cr2O7 dan H2SO4
4. Pencucian dengan sabun dan Na2CO3
Struktur zat warna belerang dapat dibuat dari senyawa fenol, amina, nitro atau kinonimin dengan proses pemanggangan atau pemanasan dalam bentuk larutan dengan peraksi unsur belerang atau senyawa alkalinya dalam suasana alkali.
Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada pencelupan dengan menggunakan zat warna belerang :
a. Elektrolit
Daya serap zat warna belerang (terutama pada pencelupan warna tua) terhadap selulosa sangat rendah. Untuk menambah penyerapan diperlukan penambahan elektrolit. Namun zat warna yang terserap hanya berkisar 50 – 60 %. Oleh karena itu sisa larutan zat warna tidak dibuang dan dapat digunakan lagi dengan penambahan sejumlah zat warna yang terserap. Sistem pencelupan seperti ini disebut “Standing Bath”.
b. Temperatur
Penyerapan yang rendah dapat ditingkatkan dengan penggunaan temperatur tinggi atau sampai mendidih sehingga penyerapannya dapat maksimum.
c. Vlot
Penyerapan zat warna belerang sangat dipengaruhi oleh vlot yang digunakan. Pada vlot rendah penyerapan akan semakin baik. Oleh karena itu warna lebih tua akan diperoleh dengan pencelupan pada vlot rendah.
Pada pencelupan dengan zat warna belerang seringkali timbul belerang pada permukaan larutan celup yang dapat menempel pada bahan yang dicelup. Jika pencuciannya kurang sempurna maka belerang tersebut akan tetap menempel pada permukaan bahan yang dicelup sehingga menyebabkan pegangan pada bahan menjadi kasar. Disamping itu, belerang bebas pada permukaan bahan tersebut akan teroksidasi membentuk asam sulfat yang dapat menurunkan kekuatan atau merusak selulosa bila ditempatkan pada ruangan yang lembab.
Pada pencelupan dengan zat warna belerang dapat membentuk efek “Bronzing” yang disebabkan oleh :
1. Pencelupan yang terlalu tua.
2. Pada waktu proses pencelupan terkena matahari.
3. Kekurangan Na2S dalam larutan.
4. Kesalahan pembuangan larutan.
Efek brozing ini menimbulkan pegangan kain hasil celupan menjadi kasar dan warnanya lebih suram.
Bila kain hasil celup dengan efek brozing disimpan dalam keadaan lembab maka kain akan rusak karena belerang bebas tersebut dengan air dan oksidasi udara akan membentuk H2SO4 pada kain kapas sehingga kain hasil celupan menjadi rusak bolong-bolong. Oleh karena itu dalam dan setelah proses pencelupan dengan zat warna belerang perlu dilakukan usaha untuk menghilangkan belerang bebas, antara lain dengan pengerjaan Na2S, H2O2, dan lain-lain.
Masalah lain pada pencelupan zat warna belerang adalah garam leuco zat warna belerang affinitasnya kecil, sehingga meskipun sudah menggunakan volt yang kecil dan telah ditambah NaCl untuk mendorong penyerapan zat warna, namun trnyata garam leuco yang dapat terserap oleh bahan masih kurang 60% oleh karena itu larutan bekas pencelupan zat warna belerang masih dapat digunakan kembali untuk proses pencelupan selanjutnya yaitu dengan metode celup standing Bath
Efek Bronzing ini dapat dihilangkan dengan pencucian dalam larutan Na2SO3 pada temperatur ± 40o C.
Zat warna belerang murah harganya dan mudah pemakaiannya, tahan cucinya baik, tahan sinarnya cukup, tetapi warnanya agak suram dan tidak tahan terhadap khlor.
Zat Pembantu pencelupan selulosa dengan zat warna belerang
Zat pembantu yang perlu ditambahkan pada larutan celup antara lain elektrolit (Na2SO4 atau NaCl), Na2CO3, Na2S, TRO, H2O2, dan pembasah. Fungsi masing-masing zat adalah sebagai berikut :
§ Na2CO3 : Untuk fiksasi warna.
§ Na2S : sebagai reduktor untuk mereduksi zat warna belerang menjadi asam leuco
§ Pembasah : Untuk meratakan dan mempercepat proses pembasahan kain.
§ NaCl : Proses pencelupan cara perendaman berfungsi untuk mendorong penyerapan zat warna, sedangkan paa pencelupan cara pad 2 tahap (pada larutan alkali ) berfungsi sebagai penjenuh larutan alkali guna mencegah terjadinya pelunturan zat warna reaktif pada lautan alkali.
§ TRO :Untuk mendispersikan zat warna belerang yang belum berubah menjadi asam leuco
§ H2O2 : berfungsi untuk mengoksidasi asam leuco zat warna belerang agar kembali kebentuk semula yang tidak larut (untuk pembangkitan warna)
§ Sabun : proses pencucian setelah proses pencelupan guna menghilangkan zat warna reaktif yang terhidrolisis yang ada dalam kain hasil celupan.
Zat warna yang digunakan untuk praktikum ini adalah Zat warna Sulphur Red
like this
BalasHapus