Tweet |
Keraton Yogyakarta
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta dikenal secara
umum oleh masyarakat sebagai bangunan istana salah satu kerajaan
nusantara. Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan
Yogyakarta sampai tahun 1950 ketika pemerintah Negara Bagian Republik
Indonesia menjadikan Kesultanan Yogyakarta (bersama-sama Kadipaten Paku
Alaman) sebagai sebuah daerah berotonomi khusus setingkat provinsi
dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.
Benteng Vredeburg
Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengat lahirnya
Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berhasil
menyelesaikan perseteruan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan
Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengkubuwono I) adalah merupakan hasil
politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri
Raja-raja Jawa pada waktu itu.
Stasiun Tugu
Stasiun Tugu mulai melayani kebutuhan transportasi sejak 2 Mei 1887,
sekitar 15 tahun setelah Stasiun Lempuyangan. Awalnya, stasiun ini hanya
digunakan untuk transit kereta pengangkut hasil bumi dari daerah di
Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Namun sejak 1 Februari 1905,
stasiun ini mulai digunakan untuk transit kereta penumpang. Jalur luar
kota pertama dibangun tahun 1899, menghubungkan Yogyakarta dan
Surakarta.
Gedung Agung Yogyakarta
Istana Yogyakarta yang dikenal dengan nama Gedung Agung terletak di
pusat keramaian kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Ahmad Yani dahulu
dikenal Jalan Malioboro, jantung ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kawasan istana terletak di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan,
Kotamadya Yogyakarta, dan berada pada ketinggian 120 meter dari
permukaan laut. Kompleks istana ini menempati lahan seluas 43,585 m.
Monumen Serangan Umum 1 Maret
Monumen ini berada satu kompleks dengan Benteng Vredeburg. Monumen ini
dibangun untuk memperingati serangan tentara Indonesia terhadap Belanda
pada tanggal 1 Maret 1949. Serangan ini dilakukan untuk membuktikan
kepada dunia bahwa Indonesia masih memiliki kekuatan untuk melawan
Belanda. Saat itu serangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dipimpin
oleh Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III,
yang tentu saja setelah mendapat persetujuan dari Sri Sultan
Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta
Tugu Yogyakarta
Tugu Yogyakarta adalah sebuah tugu atau menara yang sering dipakai
sebagai simbol/lambang dari kota Yogyakarta. Tugu ini dibangun oleh
Hamengkubuwana I, pendiri kraton Yogyakarta. Tugu yang terletak di
perempatan Jl Jenderal Sudirman dan Jl. Pangeran Mangkubumi ini,
mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis
menghubungkan laut selatan, kraton Jogja dan gunung Merapi. Pada saat
melakukan meditasi, konon Sultan Yogyakarta pada waktu itu menggunakan
tugu ini sebagai patokan arah menghadap puncak gunung Merapi.
Gedung Bank Indonesia Yogyakarta
Gedung DPRD Yogyakarta
Butet Kertarajasa : “Gedung DPRD Yogyakarta itu ruang publik seni rupa permanen Yogyakarta sejak tahun 40-an”
Taman Budaya
Taman Budaya Yogyakarta awalnya mulai dibangun di daerah Bulaksumur pada
tanggal 11 Maret 1977 sebagai sebuah kompleks Pusat Pengembangan
Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Peresmian pembangunan kompleks
seni budaya tersebut dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX
sebagai Wakil Presiden RI saat itu. Awalnya Taman Budaya Yogyakarta
disebut sebagai Purna Budaya yang dibuat sebagai sarana dan prasarana
untuk membina, memelihara, dan mengembangkan kebudayaan, terutama di
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Purna Budaya dibangun dengan dua konsep bangunan, yaitu Pundi Wurya dan
Langembara. Pundi Wurya menjadi pusat kesenian dengan berbagai macam
fasilitas seperti panggung kesenian, studio tari, perpustakaan, ruang
diskusi, dan administrasi. Bagian kedua, yaitu Langembara, menjadi ruang
pameran, ruang workshop, kantin, dan juga beberapa guest house.
Taman Pintar
Terletak di kawasan pusat Kota Yogyakarta, sebuah wahana wisata baru
untuk anak-anak yakni Taman Pintar dibangun sebagai wahana ekpresi,
apresiasi dan kreasi dalam suasana yang menyenangkan.
Dengan moto mencerdaskan dan menyenangkan, taman yang mulai dibangun
pada 2003 ini ingin menumbuhkembangkan minat anak dan generasi muda
terhadap sains melalui imajinasi, percobaan, dan pemainan dalam rangka
pengembangan Sumber Daya Manusia Indonesia yang berkualitas.
Taman Pintar juga ingin mewujudkan salah satu ajaran Ki Hajar Dewantara
yaitu Niteni: Memahami, Niroake: Menirukan, dan Nambahi: Mengembangkan.
0 comments:
Posting Komentar