Jumat, 21 Oktober 2011

PENCELUPAN BATIK TULIS DENGAN ZAT WARNA INDIGOSOL


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Pemilihan Judul
Batik merupakan salah satu karya seni dan produk budaya khas Indonesia yang telah berkembang sejak masa lalu. Batik dapat dijadikan sebagai komoditas komersial dan dapat pula ditampilkan sebagai karya seni yang artistik. Batik tergolong sebagai unsur peninggalan tradisi yang menjadi salah satu komponen kerangka cultural Indonesia. Teknik batik merupakan media yang dapat mempresentasikan bentuk lebih lentur, rinci, rajin tapi juga mudah.  
            Kelemahan hasil batik yang sering dialami di IKM adalah tahan luntur warnanya. Batik-batik yang IKM hasilkan setelah dilakukan pencucian berulang seringkali mengalami penurunan warna atau luntur. Hal ini terjadi karena proses pewarnaan yang dilakukan kurang tepat baik penggunaan zat warnanya, zat pembantu maupun proses kerja yang dilakukan. Salah satu cara untuk menghasilkan kain batik yang baik dengan tahan luntur dan kerataan warna yang baik yaitu dengan menggunakan zat warna indigosol. Selain tahan lunturnya baik zat warna indigosol juga menghasilkan warna –warna pastel.
Berlatar belakang dari pernyataan di atas maka penulis memilih judul “PROSES PENCELUPAN BATIK TULIS DENGAN MENGGUNAKAN ZAT WARNA INDIGOSOL PADA BAHAN KAPAS”.
Pemilihan pembahasan atau penyuluhan ini dimaksudkan agar lebih memahami proses pembuatan batik tulis mulai dari proses persiapan pembatikan maupun proses pembatikannya termasuk proses  pemalaman, pewarnaan maupun proses pelorodannya sehingga nantinya kita sebagai tenaga penyuluh lapangan dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dialami IKM terutama masalah teknis produksinya. Sedangkan tujuan penulis membuat karya ilmiah ini adalah agar pembaca dapat mengembangkan pencelupan batik tulis menggunakan zat warna indigosol pada bahan kapas.
Pada makalah ini penulis membatasi pembahasan hanya mengenai proses pembuatan batik tulis dengan zat warna indigo pada bahan kapas. Sehingga tidak dibahas proses batik untuk bahan yang lain maupun zat warna yang lain.






I.2 Teori Pendekatan
Sejarah Batik
Batik atau kata Batik berasal dari Bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan “malam” (wax) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam Bahasa Inggrisnya “wax-resist dyeing”. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama.

Ragam corak dan warna batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.

Teknik membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Tidak ada keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang menduga teknik ini berasal dari Bangsa Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa setelah dibawa oleh para pedagang India. Saat ini batik bisa ditemukan di banyak negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Sri Lanka, dan Iran. Selain di Asia, batik juga sangat populer di beberapa negara di Benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia, terutama dari Jawa. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun-temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Meskipun batik identik dengan pakaian adat Jawa, namun kini batik sudah menjadi pakaian nasional bagi masyarakat Indonesia, bahkan sudah banyak pula dikenal di manca negara. Penggunaannyapun tidak lagi sebagai pakaian adat tetapi sudah mengikuti perkembangan mode busana baik bagi wanita maupun pria, bahkan biasa digunakan sebagai desain interior dan perlengkapan rumah tangga.
v    Jenis Batik
Batik Tulis
Batik tulis adalah batik yang dihasilkan dengan cara menggunakan canting tulis sebagai alat bantu dalam melekatkan malam pada kain. Perkembangan teknik yang menghasilkan batik tulis bermutu tinggi di kraton-kraton jawa ditunjang oleh canting tulis dan kain halus. Ragam hias paling rumit (detail) mampu dicapi oleh canting sesuai dengan keterampilan pembatik.

Batik Cap
Batik cap yaitu batik yang proses pembatikannya menggunakan canting cap. Canting cap dibuat dengan lempengan kecil bahan tembaga membentuk corak pada salah satu permukaannya. Permukaan canting cap menggunakan bahan lempengan tembaga tipis karena tembaga memiliki sifat lentur dan mudah dibuat pola. Permukaan canting cap tersebut dirangkaikan dengan struktur plat besi tipis yang kuat. Pada awalnya canting cap hanya digunakan untuk pola-pola pinggiran, namun kini canting cap juga digunakan untuk mencetak pola pada seluruh permukaan kain. Hal ini karena dengan cara ini akan menghasilkan pekerjaan yang lebih efektif dan efisien.

v    Alat-Alat Membatik
Perlengkapan orang membatik tidak banyak mengalami perubahan dari dahulu sampai sekarang. Diantara alat-alat tersebut adalah :
a.      Gawangan
Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan mori sewaktu dibatik. Gawangan dibuat dari bahan kayu, atau bambo. Gawangan harus dibuat sedemikian rupa, sehingga mudah dipindah-pindah, tetapi harus kuat dan ringan.
b.      Bandul
Bandul dibuat dari timah, atau kayu, atau batu yang dikantongi. Fungsi pokok bandul adalah untuk menahan mori yang baru dibatik agar tidak mudah tergesar tertiup angin, atau tarikan si pembantik secara tidak sengaja.
c.      Wajan
Wajan ialah perkakas untuk mencairkan “malam”. Wajan dibuat dari logam baja, atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa menggunakan alat lain.
d.      Kompor
Kompor adalah alat untuk membuat api. Kompor yang biasa digunakan adalah kompor dengan bahan bakar minyak.
e.      Taplak
Taplak ialah kain untuk menutup paha si pembantik supaya tidak kena tetesan “malam” panas sewaktu canting ditiup, atau waktu membatik.
f.       Canting
Canting adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan. Canting untuk membatik adalah alat kecil yang terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangannya. Canting ini dipakai untuk menuliskan pola batik dengan cairan lilin. Sebelum bahan plastik banyak dipakai sebagai perlengkapan rumah tangga, canting yang terbuat dari tempurung kelapa banyak dipakai sebagai salah satu perlengkapan dapur sebagai gayung. Dewasa ini canting tempurung kelapa sudah jarang terlihat lagi karena digantikan bahan lain seperti plastik.
g.      Mori
Mori adalah bahan baku batik dari katun. Kwalitet mori bermacam-macam, dan jenisnya sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan. Mori yang dibutuhkan sesuai dengan panjang pendeknya kain yang dikehendaki. Ukuran panjang pendeknya mori biasanya tidak menurut standar yang pasti, tetapi dengan ukuran tradisional.
h.      Malam/lilim
Lilin atau “malam” ialah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya “malam” tidak habis (hilang), karena akhirnya diambil kembali pada proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik sampai batikan menjadi kain. “malam” yang dipergunakan untuk membatik berbeda dengan malam atau lilin biasa. Malam untuk membatik bersifat cepat menyerap pada kain tetapi dapat dengan mudah lepas ketika proses pelorodan.
i.        Saringan malam
Saringan ialah alat untuk menyaring “malam” panas yang banyak kotorannya. Jika “malam” disaring, maka kotoran dapat dibuang sehingga tidak mengganggu jalannya “malam” pada cucuk canting sewaktu dipergunakan untuk membatik.

v    Disain Batik
Pada proses disain batik terdapat dua cara yaitu disain batik tulis dan disain batik cap. Proses pembuatan disain batik tulis dilakukan dengan menggambar langsung pada kain yang dikehendaki dengan menggunakan pensil. Untuk pembatik yang telah berpengalaman, maka proses mendisain dapat dilakukan dengan pemalaman langsung diatas kain. Sedangkan pada disain batik cap terdapat sedikit perbedaan dengan disain batik tulis. Disain pola canting cap selalu dirancang berdasarkan raportnya. Raport di dalam pembuatan canting cap adalah susunan pola agar satu sisi canting menyambung dengan sisi lain apabila dicapkan. Pada akhirnya pola batik yang dibuat dapat menyambung. Cara menjalankan canting cap (lampah) ada beberapa macam, yaitu :
1.         Tubrukan, yaitu bergeser satu langkah ke kanan dan satu langkah ke depan.
2.         Onda-onde, yaitu satu langkah ke depan dan setengah langkah ke kanan, atau setengah langkah ke depan dan satu langkah ke kanan.
3.         Lereng, yaitu dengan langkah bergeser satu langkah ke kiri depan mengikuti garis miring.
4.         Mubeng, yaitu dengan langkah berputar seperempat lingkaran dengan salah satu sudut cap sebagai titik pusat.
5.         Mlampah sareng, yaitu apabila dua cap membentuk satu motif dengan keduanya berjalan bersama satu langkah ke depan.
v    Pemalaman
Pemalaman adalah proses penggambaran corak diatas permukaan kain menggunakan malam cair sebagai bahannya. Tahap pemalaman bisa berulang-ulang berdasarkan rancangan ragam hiasnya. Pemalaman bolak-balik dapat dilakukan untuk memperolah hasil pemalaman yang sama antara bagian muka dan belakang kainnya.
Pemalaman dengan canting cap dapat dilakukan beberapa kali tergantung jumlah warna yang dikehendaki. Pada bagian lain yang tidak ingin diwarnai dengan warna yang diinginkan harus ditutup dengan malam. Proses pemalaman ini akan diikuti dengan proses pelorodan yaitu proses melepaskan malam dari permukaan kain. Proses pembatikan dengan canting cap sama dengan proses menggunakan canting tulis. Makin banyak warna yang dibutuhkan, makin sering pula proses pemalaman, pencelupan/pencoletan, dan pelorodan berlangsung. Namun, dalam hal kerumitan, ketelitian, dan kesinambungan keseluruhan coraknya, hasil canting cap tidak sebaik dan sehalus pengerjaan dengan canting tulis. Selain pengerjaannya lebih cepat, teknik batik cap memiliki keunggulan yaitu dapat untuk membuat batik dengan motif yang sama secara missal atau bersama-sama dengan jumlah yang banyak. Hal tersebut tidak dapat dilakukan dalam batik tulis.
v    Pewarnaan (Pencoletan)
Pewarnaan dengan cara coletan atau dulitan ialah memberi warna pada kain batik setempat dengan larutan zat warna yang dikuaskan atau dilukiskan dimana daerah yang diwarnai itu dibatasi oleh garis-garis lilin sehingga warna tidak menerobos daerah yang lain. Biasanya untuk coletan dipakai cat Rapid atau Indigosol. Di daerah pantai utara seperti Gresik, pewarnaan seperti ini disebut “Dulitan” dan kain batik yang dihasilkan disebut kain dulitan. Lain halnya dengan di daerah Pekalongan, pewarnaan setempat ini disebut dengan “coletan” dan banyak digunakan pada batik buketan. Kuas untuk mencolet disebut “colet”, yaitu sejenis kuas kecil yang terbuat dari bahan bambu yang ditumbuk salah satu ujungnya sehingga tinggal serat-seratnya menyerupai kuas. Cara menyolet adalah mori yang telah diberi pola dengan lilin malam dengan motif klowongan digelar diatas meja atau lantai dengan didasari goni. Goni ini berfungsi untuk menyerap sisa warna. Dengan demikian cairan warna hanya membasahi bidang yang diinginkan saja.
v    Pelorodan
Menghilangkan malam/lilin batik pada kain batik dapat berupa penghilangan sebagian dan penghilangan keseluruhan. Menghilangkan lilin sebagian adalah melepaskan lilin pada tempat-tempat tertentu dengan cara menggaruk lilin tersebut dengan alat semacam pisau. Pekerjaan ini biasanya disebut “ngerok” atau “ngerik”. Menghilangkan lilin secara keseluruhan dapat dilakukan ditengah-tengah proses membatik atau diakhir proses membatik. Menghilangkan keseluruhan lilin pada akhir proses membatik disebut “mbabar” atau “ngebyok” atau melorod. Menghilangkan lilin secara keseluruhan ini dikerjakan dengan air panas dimana lilin akan meleleh dan lepas dari kain. Air panas yang digunakan tersebut biasanya diberi kanji untuk kain batik dengan zat warna alam, sedangkan untuk zat warna sintetik air panasnya diberi soda abu (Na2CO3).
v    Zat Warna Indigosol
Zat warna bejana larut merupakan zat warna bejana yang telah tereduksi kemudian distabilkan sebagai ester asam sulfat. Zat warna bejana larut mantap dalam suasana alkali tetapi mudah terhidrolisa dalam keadaan asam dan panas dan berubah menjadi leuko. Senyawa leuko terbentuk kemudian mudah teroksidasi menjadi pigmen zat warna bejana asal. Zat warna bejana larut termasuk zat warna bejana dalam bentuk leuko dan memiliki gugus pelarut sehingga langsung dapat digunakan tanpa harus dibuat menjadi leuko terlebih dahulu.
Diantara sifat-sifat zat warna bejana larut adalah :
·           Merupakan zat warna bejana yang telah tereduksi (Sudah dalam bentuk garam leuko) larut dalam air.
·           Stabil dalam larutan alkalis.
·           Mudah terhidrolisa dalam suasana asam dan suhu tinggi àberubah dalam bentuk leuko.
·           Menghasilkan warna muda (pastel).
·           Substantivitas terhadap serat kecil sekali à mudah memberikan celupan rata.
·           Banyak memerlukan garam.
·           Pencelupan dilakukan dalam suhu rendah.
Setelah dipakai, sebelum dioksidasikan gugus pelarutnya perlu dihidrolisa terlebih dahulu dalam larutan bersuasana asam. Oleh karena itu pada pencelupan dengan zat warna bejana larut tidak mungkin digunakan H2O2 atau Na2BO3 sebagai oksidatornya, karena oksidator tersebut tidak dapat bekerja dalam suasana alkali. Untuk itu digunakan campuran NaNO2 sebagai oksidator dan H2SO4 atau HCl untuk mengngaktifkan kerja NaNO2.
Zat warna bejana larut sangat mudah memberikan celupan rata, sebab substansivitasnya terhadap serat kapas kecil. Oleh karena itu pada waktu pencelupan memerlukan penambahan garam yang banyak dan suhu yang rendah.
H +
 
Reaksi Hidrolisis
H2SO4
 
 D    C – O – SO3Na H2O                        D      C – OH + NaHSO4
NaNO2  + H2SO4                        Na2SO4  + 2 HNO2
2 HNO2                                       H2O + 2 NO + On
Reaksi Oksidasi
D     C – OH + On                     D     C      O + H2O
Zat warna bejana larut à celup à hidrolisa à oksidasi.
Proses pembangkitan warna bejana larut :










Gambar 3.1 Proses Pembangkitan Warna Bejana Larut

v    Serat Kapas
Penampang melintang dari serat kapas memiliki bentuk yang tidak beraturan yaitu seperti ginjal. Bentuk penampang melintang seperti itu membuat hasil pewarnaan pada permukaan memiliki daya kilap yang kurang, akan tetapi bentuk seperti itu memberikan daya penutup kain yang lebih besar.
Selulosa

Gambar 3.2 Struktur Molekul Serat Kapas

Gambar diatas merupakan strukur molekul serat selulosa. Serat kapas memiliki gugus hidroksil (OH) yang dapat menarik gugus hidroksil dari molekul lainnya dan gugus hidroksil air. Serat yang mengandung banyak gugus hidroksil akan mudah menyerap air sehingga serat tersebut memiliki moisture regain yang tinggi. Dengan kemudahan molekul air terserap kedalam serat, menyebabkan serat mudah menyerap zat warna yang berbentuk pasta atau larutan. Kekuatan serat kapas dipengaruhi oleh kadar selulosanya dalam serat, panjang rantai, dan orientasinya. Kapas mempunyai afinitas yang besar terhadap air. Moisture regain kapas kondisi standar 7 – 8,5 %. Sifat kimia selulosa pada umumnya tahan terhadap kondisi penyimpanan, pengolahan, dan pemakaian normal tetapi beberapa zat oksidasi atau penghidrolisa menyebabkan kerusakan dengan akibat penurunan kekuatan. Kerusakan karena oksidasi dengan terbentuknya oksi selulosa biasanya terjadi dalam proses pemutihan yang berlebihan, penyinaran dalam keadaan lembab atau pemanasan yang lama diatas suhu 1400C.

I.3 alat dan bahan yang digunakan
v Pembuatan disain batik
·      Pensil
·      Penggaris
·      Media membatik (kain katun)
·      Kertas untuk mendisain
·      Pola disain/gambar




v Proses pembuatan batik tulis
·      Kompor kecil
·      Wajan kecil
·      gawangan
·      Aneka canting tulis
·      Bangku kecil
·      Malam batik
v Proses pencoletan dan pencelupan
·      Aneka jenis kuas
·      timbangan
·      Gelas plastik
·      Karung goni
·      Bak celup
·      ember
·      Pengaduk
·      Zat warna indigosol
·      NaCl
·      teepol
·      Air
·      HCl
·      NaNO3

v Pelorodan & pencucian
·      Panci
·      Kompor
·      Ember
·      Na2CO3
·      sabun





BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Diagram Alir Proses
 









                                    Diagram alir proses pembuatan batik tulis
II.2 Skema Proses Pencelupan
                                         Skema proses pencelupan dan fiksasi
                   
Gambar skema proses pelorodan dan pencucian

II.3 Resep Pencelupan dan Pencucian yang Dapat Digunakan
v  Pewarnaan colet
Zat warna indigosol                      = 10 g
Air                                                 = 250 ml
Suhu                                             = 30 0C
v  Pencelupan
Zat warna                                     = 1-2 %
NaCl                                             = 40-60 g/l
Vlot                                               = 1:20
suhu                                             = 300 C
v  Pengoksidasian
HCl                                               = 10 ml
NaNO2                                         = 5 g
Air                                                 = 4000 ml
Suhu                                             = 30 oC
Waktu                                           = 5 menit
v  Pelorodan
Na2CO3                                        = 40 g
Air                                                 = 4000 ml
Suhu                                             = 100 0C
Waktu                                           = 10 menit
v  Pencucian 
Sabun (Sandopur)                       = 2 ml/L
Na2CO2                                                     = 0,5 g/L
Air                                                 = 4000 ml
Suhu                                             = 60 oC
Waktu                                           = 30 menit
II.4 Fungsi Zat – Zat yang Digunakan
Zat warna indigosol     = zat warna yang digunakan untuk mewarnai kain pada proses
                Pembatikan
NaCl                            = mendorong penyerapan zat warna
HCl                             = menghidrolisis zat warna bejana larut agar menjadi asam leuko
NaNO2                        = mengoksidasi asam leuko zat warna bejana larut menjadi zat
   warna bejana yang tidak larut
Na2CO3                                   = membantu menghilangkan warna pada bahan dan memberikan
 suasana alkali pada proses pencucian dan sebagai zat untuk proses pelorodan
Sabun                          = menghilangkan kotoran dan zat warna yang tidak terfiksasi di
   permukaan serat

II.5 Langkah kerja
Berikut ini akan dijelaskan tentang langkah – langkah kerja dalam proses pembuatan batik tulis :
v  Pembuatan disain motif
Menggambar desain motif batik yang akan dibuat dengan menggunakan pensil

v  Pembuatan batik tulis
·           Disain motif tersebut kemudian ditutup malam dengan menggunakan canting tulis.
·           Pada motif yang malamnya belum menembus kain, maka dilakukan proses nerusi/diterusi agar malam menembus kain
·           Setelah proses batik tulis selesai maka kain batik siap untuk diproses selanjutnya.

v  Pewarnaan (pencoletan)
·           Siapkan beberapa buah gelas plastik untuk tempat zat warna.
·           Timbang zat warna indigosol sesuai kebutuhan dan tuangkan kedalam gelas plastik.
·           Buat larutan zat warna untuk mencolet dengan menambahkan air panas kedalam kedalam gelas plastik.
·           Letakkan kain yang sudah dibatik diatas kain/karung goni sebagai alas untuk mencolet.
·           Melakukan proses pencoletan dengan menggunakan kuas.
·           Setelah selesai dicolet, kain batik dijemur sampai kering.
v  Nembok
·           Melakukan proses penutupan malam pada bahan yang telah dicolet atau bahan yang tidak ingin terwarnai dengan warna dasar dengan menggunakan kuas atau canting tulis baik permukaan depan atau belakang kain.

v  Pencelupan
·           Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
·           Timbang zat sesuai resep yang diinginkan
·           Buat larutan kemudian masukkan pada bak celup
·           Lakukan proses pencelupan  warna dasar dengan menggunakan zat warna indigosol
·           Bahan yang telah dicelup kemudian digantung atau disampirkan sampai kering.

v  Fiksasi zat warna
·           Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
·           Timbang zat  dan buat larutan fiksasi zat warna
·           Melakukan proses fiksasi zat warna indigosol dengan larutan yang terdiri dari HCl dan NaNO2 selama beberapa menit.

v  pelorodan
·           didihkan air yang dibutuhkan
·           siapkan bahan Na2CO3 sesuai resep
·           Kemudian dilakukan proses nglorod dengan menggunakan air mendidih yang dicampur dengan Na2CO3 untuk menghilangkan malam batik. Proses nglorod berlangsung sampai seluruh malam hilang.

v  pencucian
·           siapkan alat dan bahan yang diperlukan
·           timbang zat sesuai resep dan buat larutan pencucian
·           lakukan proses pencucian pada bahan sampai bersih.
·           Kemudian keringkan




II.6 Diskusi atau Pembahasan
pada proses pemalaman beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
suhu pemanasan malam
suhu pemanasan berpengaruh terhadap hasil motif yang akan dibuat. Jika suhu terlalu tinggi maka lilin akan encer sehingga motif akan mlobor. Sedangkan jika suhu terlalu rendah maka lilin tidak akan keluar dari canting atau mampet sehingga tidak didapatkan motif.
Kebersihan canting dan kualitas dan jenis canting
 Sebelum dipakai, canting tulis harus dibersihkan dahulu teruatama untuk bagian cerek atau ujung tempat keluarnya lilin sehingga tidak ketika proses pemalaman lilin bisa keluar dengan lancar. Sedangkan jenis lilin sebaiknya dibedakan antara canting untuk motif blokatau besar, lilin untuk cerek atau motif kecil.
Jenis lilin
Campuran lilin sangat erat kaitannya dengan sifat lilin itu sendiri. Seperti suhu leleh, suhu beku, tahan air, tahan zat kimia. Karena lilin ini berfungsi sebagai zat perintang warna maka lilin batik sebaiknya lilin yang tahan terhadap perlakuan proses selanjutnya seperti lilin tahan zat kimia, tahan air, tidak mudah pecah dsb. Sedangkan untuk proses nembok dengan proses klowong sebaiknya lilinnya dibedakan.

Proses selanjutnya adalah pewarnaan dengan cara pencoletan. Biasanya pencoletan dilakukan pada bagian motif-motif tertentu saja (pecelupan sebagian), Proses yang dilakukan hanya menyiapkan larutan zat warna yang digunakan didalam gelas plastik/gelas aqua sebanyak masing-masing 10 gram ditambah air sebanyak 250 ml. Selanjutnya dengan menggunakan kuas maka larutan zat warna ini dioleskan pada motif pada permukaan kain. Pencoletan dilakukan sampai seluruh bagian kain terwarnai. Beberapa warna motif ada yang mbleber/mblobor diluar motif karena ukuran kuas yang digunakan tidak sesuai dengan besar kecilnya motif yang akan diwarna (biasanya kuas berukuran besar padahal motif yang akan diwarnai berukuran kecil). Untuk meminimalisir hal ini maka praktikan harus berhati-hati dan sabar agar pewarnaan yang dihasilkan tidak keluar dari bagian motif yang akan diwarnai.

proses pencelupan dengan menggunakan zat warna indigosol. Yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah ketuaan warnanya. Jika pada proses pencelupan dihasilkan warna yang belum tua maka proses pencelupan dapat dilakukan berulang-ulang sampai didapat hasil ketuaan warna yang maksimal.

Selanjutnya hal yang sangat penting yaitu proses pelorodan.  Proses pelorodan dilakukan untuk menghilangkan malam yang menempel pada  bahan. Proses pelorodan ini sangat bergantung pada jenis malam, suhu pelorodan, dan konsentrasi soda ash yang digunakan. Semakin tinggi suhu dan semakin tinggi konsentrasi soda ash proses pelorodan akan lebih cepat dan bersih. Proses pelorodan dapat dilakukan secara berulang-ulang agar kain batik yang digunakan bersih.

hal yang paling penting dan sering dilupakan adalah proses pencucian yang kebanyakan tidak dilakukan oleh IKM sehingga kain batik yang dihasilkan biasanya tahan lunturnya sangat jelek. Untuk memperbaikinya dapat dilakukan dengan proses pencucian agar zat warna yang tidak terfiksasi dapat hilang sehingga tahan luntur warnanya baik.


























BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, untuk menghasilkan kain batik yang baik penulis dapat mengambil kesimpulan. Diantaranya :
v  Proses pembatikan mulai dari persiapan pembatikan sampai proses pelorodan harus dilakukan dengan baik dan benar


Baca Artikel lainya:

0 comments:

Posting Komentar