Tweet |
I.
MAKSUD
DAN TUJUAN
A.
MAKSUD
Mempelajari
bagaimana mekanisme proses pre treatment pada serat sintetis yang meliputi
proses pemasakan (scouring), relaksasi (relaxing), pemantapan panas (heat
setting),dan pemutihan optik (optical brightening).
TUJUAN
1. Memperoleh
kain poliester yang bersih dari kotoran alami maupun kotoran luar sehingga
meningkatkan daya serap kain.
2. Mencegah
timbulnya efek crease mark,
mendapatkan pegangan yang lembut, lemas dan bergelombang pada bahan, dan untuk
mengetahui suhu kritis saat serat mengkeret maksimum.
3. Menstabilkan
dimensi kain poliester sehingga dimensi kain tidak berubah pada saat proses
selanjutnya.
4. Memperoleh
kain poliester yang lebih putih dan penambah kecerahan kain.
5. Mengetahui
faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pre treatment kain poliester.
6. Menganalisa
dan mengevaluasi hasil proses pre treatment.
II.
TEORI
DASAR
A.
PROSES
PEMASAKAN (SCOURING)
Pemasakan merupakan proses persiapan yang
memegang peranan penting bagi bahan tekstil karena dengan pemasakan akan
memudahkan bahan untuk menyerap zat-zat yang ada pada proses basah berikutnya.
Tujuan pemasakan adalah untuk memperoleh bahan tekstil yang bersih atau untuk
menghilangkan kotoran alami baik berupa lemak, minyak, pektin, serisin,
gum,kulit biji kapas (pada serat selulosa dan protein) dan kotoran dari luar
seperti oli, debu, spinning oil (pada serat sintetik) sehingga meningkatkan
daya serap pada seluruh permukaan bahan secara merata.
Mekanisme proses pemasakan adalah menyabunkan
kotoran berupa lemak, oli, serisin, gum sehingga dapat larut dalam air serta
melepaskan kotoran akibat efek detergensi dari larutan pemasakan dan gerakan
mekanik yang diberikan pada bahan. Pemasakan dapat dilakukan secara proses
tersendiri maupun dilakukan simultan dengan proses penghilanagn kanji dan
pengelantangan. Untuk bahan dengan kandungan kotoran yang tinggi sebaiknya
dilakukan secara terpisah (serat-serat alam), sedangkan untuk bahan yang
terbuat dari serat sintetik atau serat campuran biasanya dilakukan proses
simultan.
B.
PROSES
RELAKSASI (RELAXING)
Proses relaksasi merupakan proses khusus yang
hanya dilakukan pada serat sintetik terutama serat sintetik yang terdiri dari
serat filament seperti poliester, nilon, akrilik, dan spandex. Tujuan proses
relaksasi adalah untuk mencegah timbulnya efek crease mark, mendapatkan pegangan yang lembut, lemas dan
bergelombang pada bahan dan untuk mengetahui suhu kritis saat serat mengkeret
maksimum.
Pada proses relaksasi bahan dibiarkan melepaskan
tegangan alaminya secara perlahan-lahan melalui perendaman dengan pemanasan.
Terdapat dua metode relaksasi yaitu metode perendaman (Exhaust) dan metode
kontinyu menggunakan mesin relaksasi Goller dan Sofcer. Pada metode exhaust
kain yang akan direlaksasi harus dalam keadaan tersusun rapi. Hal ini
dimaksudkan supaya tidak terjadi kekusutan pada saat proses berlangsung.
Sedangkan metode kontinyu biasanya kain dalam keadaan terbuka lebar dan akan
mengalami relaksasi melalui semprotan air yang ada dalam mesin.
C.
PROSES
PEMANTAPAN PANAS (HEAT SETTING)
Proses pemantapan panas bertujuan untuk
menstabilkan dimensi bahan tekstil yang terbuat dari serat sintetik sehingga
dimensi bahan tidak berubah pada proses selanjutnya. Ada dua metode yang digunakan yaitu
pemantapan panas basah dan kering. Bahan tekstil yang mengalami pemantapan
panas akan memiliki molekul polimer sejajar sumbu seratnya dan dimensi yang
stabil.
Proses pemantapan panas dapat dilakukan pada
benang, kain tenun, maupun kain rajut. Pemantapan panas pada benang dilakukan
pada rol-rol panas, kain tenun dan kain rajut menggunakan mesin Stenter. Proses
pemantapan panas dapat dilakukan dengan tiga cara :
1. Pemantapan
panas awal (Pre-Setting) → pemantapan pada bahan yang masih grey / mentah.
2. Pemantapan
panas antara (Intermediate-Setting) → bahan dimantapkan setelah pemasakan.
3. Pemantapan
panas akhir (Post-Setting) → bahan dimantapkan setelah proses pewarnaan.
Adapun dua metode pemantapan panas yaitu :
1. Pemantapan
panas basah (Wet / Steam Setting) → pemantapan bahan dengan bentuan uap panas
dari mesin steamer.
2.
Pemantapan panas kering (Dry Setting) → penamtapan panas dengan
menggunakan udara kering pada suhu tinggi yang berasal dari mesin stenter.
D.
PROSES
PEMUTIHAN OPTIK (OPTICAL BRIGHTENING)
Proses pemutihan optik merupakan proses
lanjutan setelah proses pemasakan. Dalam industri tekstil proses ini dapat
dilakukan dengan sistem kontinyu dan diskontinyu. Bahan yang telah diproses
pemutihan optik akan memiliki derajat putih yang lebih baik. Tujuan proses
pemutihan optik adalah untuk menambah kecerahan bahan karena bahan mampu
memantulkan sinar lebih banyak sehingga kain nampak lebih putih dan lebih
cerah.
Pada proses pemutihan optik bahan direndam
dalam larutan pemutih optik dimana zat ini nantinya akan menyerap sinar
matahari / sinar ultraviolet dan memantulkannya menjadi sinar tampak pada
daerah ungu-biru, sehingga jumlah sinar yang dipantulkan bahan bertambah dan
mengurangi pantulan sinar pada daerah kuning atau merah pada bahan.
III.
PRAKTIKUM
A.
ALAT
DAN BAHAN
·
2 buah gelas piala porselin 1000 ml
·
2 buah pengaduk kaca
·
2 buah gelas piala atau gelas ukur 100 ml
·
2 set kasa + kaki tiga + pembakar Bunsen
·
1 buah timbangan digital
·
1 buah pipet volume
·
1 buah nampan plastik
·
2 buah termometer
·
2 lembar kain poliester
·
Zat sesuai resep
·
Mesin Stenter
·
Mesin Padder
B.
DIAGRAM
ALIR PRAKTEK
1.
Diagram
Alir Umum Proses Pre Treatment Pada Kain Poliester
|
2.
Diagram
Alir Khusus Proses Pre Treatment Pada Kain Poliester
a.
Proses
Pemasakan dan Relaksasi Secara Simultan
|
b.
Proses Pemantapan
Panas
|
|
c.
Proses
Pemutihan Optik
Metode Perendaman ( Exhaust )
|
Metode Padding
|
d.
Proses
Cuci Reduksi
|
C.
RESEP
1.
Proses
Pemasakan dan Relaksasi Secara Simultan
Sabun = 1 g / L
Na2CO3 = 1 g / L
Vlot
= 1 : 20
Suhu
= 90 0 C
Waktu
= 45 menit
2.
Proses
Pemutihan Optik
a.
Metode
Perendaman ( Exhaust )
OBA = 2 %
Carrier = 2 g / L
Pendispersi = 1 cc / L
Asam
Asetat = 0,5 cc / L (pH 5)
Vlot
= 1 : 20
Suhu
= 90 0 C
Waktu
= 30 menit
b.
Metode
Padding
OBA = 20 g / L
Carrier = 2 g / L
Pendispersi = 1 cc / L
Asam
Asetat = 0,5 cc / L (pH 5)
WPU = 60 %
3.
Proses
Pencucian Reduksi
NaOH = 3 g / L
Na2
S2O4 = 3 g / L
Sabun =
1 cc / L
Vlot
= 1 : 20
Suhu
= 70 0 C
Waktu
= 10 menit
D.
FUNGSI
ZAT
NaOH = zat yang akan menyabunkan
lemak, malam, minyak menjadi
sabun yang
larut dalam air, dan membantu menggelembungkan serat sehingga mudah menyerap
larutan pemasakan
Na2CO3 = zat yang
berfungsi agar proses saponifikasi lebih sempurna,
meningkatkan
kerja zat pembasah, menyabunkan kotoran dan
minyak
Sabun = zat yang berfungsi sebagai
pembasah, mendispersikan kotoran
padat yang
tidak larut, dan mengemulsikan kotoran cair yang
tidak larut,
serta mengaktifkan kerja detergen anionik
OBA = zat pemutih optik untuk mencerahkan kain
CH3COOH = zat yang berfungsi untuk mengatur
pH
Carrier =
zat yang akan membawa molekul-molekul OBA ke dalam serat
kain sehingga
serat mengembang.
Pendispersi =
zat yang membentu mendispersikan molekul-molekul polyester
yang bersifat
hidrofob
E.
PERHITUNGAN
RESEP
1.
Proses
Pemasakan dan Relaksasi Secara Simultan
Berat
kain A = 6,67 g
Berat
kain B = 6,67 g
Berat
kain total = berat kain A + berat
kain B
= 6,67 g + 6,67 g
= 13,34 g
Jumlah
larutan = berat bahan x volt
= 13,34 g x 20
= 266,8 g
= 266,8 ml ( ρ air = 1 g/cm3 )
Sabun = 1 g / 1000 ml x 266,8
ml
= 0,26 g
= 0,3 g
Na2CO3 = 1 g / 1000 ml
x 266,8 ml
= 0,26 g
= 0,3 g
2.
Proses
Pemutihan Optik
a.
Metode
Perendaman (Exhaust) Pada Kain A
Berat
kain A = 6,07 g (setelah
proses heat setting)
Jumlah
larutan = berat bahan x volt
= 6,07 g x 20
= 121,4 g
= 121,4 ml ( ρ air = 1 g/cm3 )
OBA = 2 % x BK
= 2 / 100 x 6,07 g
= 0,12 g
Carrier = 2 g / 1000
ml x 121,4 ml
= 0,24 g
Pendispersi = 1 ml / 1000 ml x
121,4 ml
= 0,12 ml
As.
Asetat =
0,5 ml / 1000 ml x 121,4 ml
= 0,06 ml
= 0,1ml
b.
Metode
Padding Pada Kain B
Jumlah larutan = 100 ml
OBA = 20 g / 1000 ml x 100
ml
= 2 g
Carrier = 2 g / 1000
ml x 100 ml
= 0,2 g
Pendispersi = 1 ml / 1000 ml x 100
ml
= 0,1 ml
As.
Asetat =
0,5 ml / 1000 ml x 100 ml
= 0,05 ml
= 0,1ml
3.
Proses
Pencucian Reduksi
a.
Pencucian
Reduksi Pada Kain A
Berat
kain A = 6,07 g
Jumlah
larutan = berat bahan x volt
= 6,07 g x 20
= 121,4 g
= 121,4 ml ( ρ air = 1 g/cm3 )
NaOH = 2 g / 100 ml x 121,4 ml
= 0,24 g
Na2S2O4 = 1 g / 1000 ml x
121,4 ml
= 0,12 g
Sabun = 1 g / 1000
ml x 121,4 ml
= 0,12 g
b.
Pencucian
Reduksi Pada Kain B
Berat
kain B = 6,19 g (setelah
proses heat setting)
Jumlah
larutan = berat bahan x volt
= 6,19 g x 20
= 123,8 g
= 123,8 ml ( ρ air = 1 g/cm3 )
NaOH = 2 g / 100 ml x 123,8 ml
= 0,25 g
= 0,3 g
Na2S2O4 = 1 g / 1000 ml x
123,8 ml
= 0,12 g
Sabun = 1 g / 1000
ml x 123,8 ml
= 0,12 g
F.
SKEMA
PROSES
1.
Proses
Pemasakan + Relaksasi Secara Simultan
2.
Proses
Pemantapan Panas
3.
Proses
Pemutihan Optik
4.
Proses
Pencucian Reduksi
G.
LANGKAH
KERJA
1.
Proses
pemasakan dan relaksasi secara simultan
Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
Menimbang kain dan zat sesuai resep.
Membuat larutan pemasakan dan relaksasi
secara simultan dalam gelas porselin.
Merendam kain ke dalam larutan dan memanaskan
pada suhu stabil 90 o C selama 45 menit.
Mencuci kain dengan air panas dan air dingin
kemudian mengeringkannya.
2.
Proses
pemantapan panas
Menyiapkan
mesin stenter pada suhu 180 o C.
Menyiapkan
kain yang sudah kering hasil dari proses pemasakan dan
relaksasi secara simultan.
Melukis bujur sangkar pada kain dengan ukuran
10 x 10 cm dengan tinta permanen.
Memasang kain pada gerigi mesin stenter dan
memberi regangan arah lusi dan pakan.
Melakukan proses heat setting pada suhu 180 o
C selama 2 menit.
3.
Proses
pemutihan optik
Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
Menimbang kain hasil proses heat setting dan
zat sesuai resep.
Membuat larutan pemutih optik dalam gelas
piala porselin.
Merendam kain dalam larutan, untuk metode
exhaust dilakukan pemanasan pada larutan dan kain pada suhu stabil 90 o
C selama 30 menit. Sedangkan untuk metode padding dilakukan perendaman kain
dalam larutan pada nampan plastik kemudian diperas pada mesin padder.
Mencuci kain dengan air panas dan air dingin.
4.
Proses
pencucian reduksi
Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
Menyiapkan kain hasil proses pemutihan optik
dan menimbang zat sesuai resep.
Membuat larutan pencucian reduksi dalam gelas
porselin.
Merendam kain dalam larutan pencucian reduksi
dan memanaskannya pada suhu stabil 70 o C selama 10 menit.
Mencuci kain dengan air panas dan air dingin
kemudian dikeringkan.
Mengevaluasi hasil pre treatment kain poliester.
IV.
DATA
PRAKTIKUM
1.
Proses
Pemasakan dan Relaksasi Secara Simultan
Berat
kain A = 6,67 g
Berat
kain B = 6,67 g
Berat
kain total = 13 34 g
Jumlah
larutan = 266,8 ml
Sabun = 0,3 g
Na2CO3 = 0,3 g
Vlot = 1 : 20
Suhu = 90 o C
Waktu = 45 menit
2.
Proses
Pemantapan Panas (Heat Setting)
Suhu =
180 o C
Waktu =
2 menit
Dilakukan pada = mesin stenter
3.
Proses
Pemutihan Optik
a.
Metode
Perendaman (Exhaust) Pada Kain A
Berat
kain A awal = 6,67 g
Berat
kain A akhir = 6,07 g ( setelah proses
heat setting )
Jumlah
larutan = 121,4 ml
OBA = 0,12 g
Carrier = 0,24 g
Pendispersi = 0,12 ml
Asam
Asetat =
0,1ml
Vlot = 1 : 20
Suhu = 90 o C
Waktu = 30 menit
b.
Metode
Padding Pada Kain B
WPU = 60 %
Jumlah larutan = 100 ml
OBA = 2 g
Carrier = 0,2 g
Pendispersi = 0,1 ml
Asam
Asetat =
0,1ml
4.
Proses
Pencucian Reduksi
a.
Pencucian
Reduksi Pada Kain A
Berat
kain A = 6,07 g
Jumlah
larutan = 121,4 ml
NaOH = 0,24 g
Na2S2O4 = 0,12 g
Sabun = 0,12 g
Vlot = 1 : 20
Suhu = 70 o C
Waktu = 10 menit
b.
Pencucian
Reduksi Pada Kain B
Berat
kain B awal = 6,67 g
Berat
kain B akhir = 6,19 g ( setelah proses
heat setting )
Jumlah
larutan = 123,8 ml
NaOH = 0,3 g
Na2S2O4 = 0,12 g
Sabun = 0,12 g
Vlot = 1 : 20
Suhu = 70 o C
Waktu = 10 menit
EVALUASI HASIL PROSES PRE
TREATMENT KAIN POLIESTER
1.
Pengurangan
Berat Bahan
Berat
kain A awal = 6,67 g
Berat
kain A akhir = 6,11 g
%
pengurangan berat kain A = { ( BK awal
– BK akhir ) / BK awal } x 100 %
= { ( 6,67 g – 6,11 g ) / 6,67 g } x 100 %
= 8,4 %
Berat
kain B awal = 6,67 g
Berat
kain B akhir = 6,23 g
%
pengurangan berat kain B = { ( BK awal
– BK akhir ) / BK awal } x 100 %
= { ( 6,67 g – 6,23 g ) / 6,67 g } x 100 %
= 6,6 %
Tabulasi Data Pengurangan
Berat Pada Kain Poliester
Kain
|
Berat
Kain
|
Pengurangan
Berat
|
|
Awal
|
Akhir
|
||
Kain
A
|
6,67
g
|
6,11
g
|
8,4
%
|
Kain
B
|
6,67
g
|
6,23
g
|
6,6
%
|
2.
Uji
Daya Serap
Kain
|
Waktu
Serap
|
Kain
A
|
0,14
detik
|
Kain
B
|
0,05
detik
|
3.
Uji
Pemengkeretan Kain
KAIN A
Panjang
pakan awal (P1) = 10 cm
Panjang
pakan akhir (P2) = 9,8 cm
Panjang
lusi awal (L1) = 10 cm
Panjang
lusi akhir (L2) = 9,4 cm
Mengkeret
pakan = { ( P2 – P1)
/ P1 } x 100 %
= { ( 9,8 cm – 10 cm ) / 10 cm } x 100 %
= - 2 %
Mengkeret
lusi = { ( L2 –
L1 ) / L1 } x 100 %
= { ( 9,4 cm – 10 cm ) / 10 cm } x 100 %
= - 6 %
KAIN B
Panjang
pakan awal (P1) = 10 cm
Panjang
pakan akhir (P2) = 9,4 cm
Panjang
lusi awal (L1) = 10 cm
Panjang
lusi akhir (L2) = 9,7 cm
Mengkeret
pakan = { ( P2 – P1)
/ P1 } x 100 %
= { ( 9,4 cm – 10 cm ) / 10 cm } x 100 %
= - 6 %
Mengkeret
lusi = { ( L2 –
L1 ) / L1 } x 100 %
= { ( 9,7 cm – 10 cm ) / 10 cm } x 100 %
= - 3 %
Tabulasi Data Pemengkeretan
Kain Poliester
Kain
|
Panjang
Pakan
|
Panjang
Lusi
|
Mengkeret
Kain
|
|||
Awal
|
Akhir
|
Awal
|
Akhir
|
Pakan
|
Lusi
|
|
Kain
A
|
10
cm
|
9,8
cm
|
10
cm
|
9,4
cm
|
-
2 %
|
-
6 %
|
Kain
B
|
10
cm
|
9,4
cm
|
10
cm
|
9,7
cm
|
-
6 %
|
-
3 %
|
4.
Tes
Derajat Putih Secara Visual
Kain
B hasil metode padding menempati derajat putih
ke I
Kain
A hasil metode exhaust menempati derajat putih ke II
5.
Mengecek
Pegangan kain
Pegangan
kain hasil metode perendaman (exhaust) lebih lembut dan lemas daripada pegangan
kain hasil metode padding.
6.
Mengecek
Terjadinya Crease Mark
Terdapat
crease mark yang lebih banyak pada
kain hasil metode padding, sedangkan kain hasil metode perendaman terjadi sedikit crease
mark.
HASIL
PROSES PRE TREATMENT PADA KAIN POLIESTER
1. Proses Pemasakan dan Relaksasi Secara Simultan
Kain
A
|
Kain
B
|
||
Sebelum
proses
|
Setelah
proses
|
Sebelum
proses
|
Setelah
proses
|
2. Proses Pemantapan Panas
Kain
A
|
Kain
B
|
||
Sebelum
proses
|
Setelah
proses
|
Sebelum
proses
|
Setelah
proses
|
3. Proses Pemutihan Optik
Kain
A
|
Kain
B
|
||
Sebelum
proses
|
Setelah
proses
|
Sebelum
proses
|
Setelah
proses
|
4. Proses Pencucian Reduksi
Kain
A
|
Kain
B
|
||
Sebelum
proses
|
Setelah
proses
|
Sebelum
proses
|
Setelah
proses
|
V.
DISKUSI
Serat poliester atau Poly Etilen Tereftalat
(PET) termasuk serat sintetik yang sangat pesat perkembangannya dan banyak
digunakan untuk tekstil. Serat poliester sangat kompak, hidrofob, dan mudah
timbul listrik statik. Karena sifat yang sangat hidrofob ini poliester mudah
menarik minyak, lemak dan kotoran berlemak lainnya. Karena lemak tidak larut
dalam air maka kotoran tersebut sulit dibersihkan. Poliester yang dikerjakan
pada larutan alkali akan menghasilkan kain yang ringan,halus, dan lembut.
Proses pre treatmen pada kain poliester
dilakukan mulai dari proses pemasakan. Pada kain poliester yang masih grey
tidak dilakukan penghilangan kanji karena kanji pada serat sintetik mudah larut
dalam air. Proses pemasakan dilakukan secara simultan dengan proses relaksasi
agar lebih efisien tetapi masih memberikan hasil yang bagus. Pada proses
pemasakan terjadi proses penyabunan pada kain poliester. Sabun atau scouring
agent yang digunakan berfungsi untuk memudahkan bahan terbasahi, mendispersikan
kotoran-kotoran padat yang tidak larut seperti debu-debu serta mengemulsikan
kotoran-kotoran cair seperti minyak dan lemak yang tidak larut. Proses
pemasakan dan relaksasi secara simultan ini dilakukan pada suhu stabil 90 o
C selama 45 menit.
Kain yang terbuat dari serat sintetik
mengalami twisting selama proses pemintalan, sedangkan pada proses
penyempurnaan kain ini akan mengalami proses perendaman dengan air pada suhu
tinggi sehingga apabila regangan ini tidak dikendorkan dapat menyebabkan sifat
fisika kain berubah secara acak, diantaranya timbul efek crease mark berupa lipatan-lipatan acak yang membekas pada permukaan
kain, mengkeret kain yang tidak homogen sehingga dimensi kain menjadi tidak
stabil. Pada proses relaksasi ini bahan dibiarkan melepaskan tegangan alaminya
secara perlahan melalui perendaman dengan pemanasan. Pada suhu pemanasan yang
tinggi maka serat-serat poliester akan menggembung sehingga kotoran-kotoran
akan terpisah dari seratnya. Penambahan 0,3 gram Na2CO3
pada larutan simultan ini akan membantu agar proses saponifikasi lebih
sempurna.
Proses selanjutnya adalah pemantapan panas /
heat setting yang dilakukan pada mesin stenter bersuhu 180 o C
selama 2 menit. Pada proses ini, kain yang telah melalui pemasakan dan
relaksasi akan dimasukkan pada mesin stenter dengan cara memberikan penarikan
arah lusi dan pakan kemudian memasangkan pada gerigi yang terdapat pada mesin
stenter. Serat sintetik mudah melunak pada suhu mendekat titik lelehnya. Pada
suhu ini akan terjadi peregangan rantai molekul serat sehingga rantai molekul
yang semula dalam keadaan tegang menjadi kendur karena banyak ikatan hidrogen
yang putus dan membentuk suatu struktur rantai baru. Besarnya pengenduran dan
perubahan struktur serat tergantung dari suhu dan lamanya proses pemantapan
panas serta tegangan yang diberikan. Setelah dingin, ikatan hidrogen akan
terbentuk kembali sehingga bentuk struktur yang baru akan lebih stabil.
Tujuan dari proses pre treatmen kain poliester
adalah untuk mendapatkan kain poliester yang putih, lembut, halus dan memiliki
dimensi kain yang baik. Proses selanjutnya adalah pemutihan optik yang
dilakukan dengan metode exhaust dan padding. Pada proses ini digunakan carrier
yaitu zat pembawa yang akan membawa molekul-molekul OBA ke serat kain sehingga
serat mengembang. Zat carrier ini ada dua macam yaitu carrier yang bekerja pada
OBA dan carrier yang bekerja pada kain. Carrier yang bekerja pada molekul OBA
akan mengikat molekul-molekul tersebut sehingga masuk ke dalam kain. Sedangkan
carrier yang bekerja pada kain, carrier ini akan menempel pada kain sehingga
kain akan mengembang. Penambahan zat pendispersi berguna untuk membantu
mendispersikan molekul-molekul poliester yang bersifat hidrofob.
Kain poliester bersifat tahan terhadap alkali
lemah (misalnya Asam asetat) tetapi tidak tahan dengan alkali kuat yang
akibatnya akan terjadi pengikisan serat, sehingga pada proses pemutihan optik
ini digunakan asam asetat sebanyak 0,5 cc / L (pH 5). Kain hasil pemutihan optik
dengan metode padding memberikan hasil yang lebih putih dan cerah karena
konsentrasi OBA / Optical Brightening Agent yang digunakan lebih banyak
daripada yang digunakan pada metode exhaust. Kain hasil metode padding pun
menghasilkan daya serap yang lebih cepat karena proses penyerapan air dilakukan
dengan pemerasan dengan mesin padder. Namun kain hasil metode exhaust
memberikan efek crease mark yang jauh
lebih sedikit daripada kain hasil metode padding, hal ini karena pada metode
exhaust terjadi pemanasan pada suhu tinggi yang dapat membantu memperbaiki
dimensi kain sehingga lipatan-lipatan acak dan mengkeret yang tidak homogen
dapat berkurang.
Pada proses terakhir dilakukan pencucian
reduksi pada suhu stabil 70 o C selama 10 menit untuk menghilangkan
sisa-sisa kotoran dan zat-zat kimia yang masih terdapat pada kain yang nantinya
akan mengganggu proses selanjutnya.
VI.
KESIMPULAN
% pengurangan berat kain A hasil metode
exhaust lebih besar daripada % pengurangan berat kain B hasil metode padding.
Kain B hasil metode padding menyerap air
lebih cepat daripada kain A hasil metode exhaust karena penyerapan air pada
kain B menggunakan mesin padder.
Mengkeret pakan kain B hasil metode padding
lebih besar daripada kain A, sedangkan mengkeret lusi kain A hasil metode
exhaust lebih besar daripada kain B.
Kain B hasil metode padding secara visual
tampak lebih putih daripada kain A hasil metode exhaust karena pada kain B
menggunakan OBA yang lebih banyak.
Pegangan kain A hasil metode exhaust lebih
lembut dan lemas daripada pegangan kain B hasil metode padding, hal ini karena
pada metode exhaust kain mengalami proses pemanasan.
Kain A hasil metode exhaust tidak terdapat
efek crease mark sedangkan kain B
hasil metode padding masih terdapat sedikit efek crease mark.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses
pemasakan adalah pemilihan zat pemasakan dan zat pembantu, kondisi proses
(suhu, waktu, pH), metode proses.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses
relaksasi dan pemantapan panas adalah suhu dan waktu proses serta metode yang
digunakan.
VII.
DAFTAR
PUSTAKA
Astini Salihima, S.Teks, dkk. 1978. Pedoman Praktikum Pengelantangan dan
Pencelupan. Bandung
: Institut Teknologi Tekstil.
Ir. Rasjid Djufri, M.Sc, dkk. 1976. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan, dan
Pencapan. Bandung
: Institut Teknologi Tekstil.
Muhammad Ichwan, dkk. 2004. Pedoman Praktikum Teknologi Persiapan
Penyempurnaan. Bandung
: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Soeparman, S.Teks. Teknologi Penyempurnaan Tekstil. Bandung : Institut Teknologi Tekstil.
0 comments:
Posting Komentar