Rabu, 16 November 2011

PUISI BUAT IBU

IBU
by : Khalil Gibran

Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir – bibir manusia.
Dan “Ibuku” merupakan sebutan terindah.
Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.

Ibu adalah segalanya. Ibu adalah penegas kita dilaka lara, impian kta dalam rengsa, rujukan kita di kala nista.
Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi. Siapa pun yang kehilangan ibinya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa
merestui dan memberkatinya.

Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu. Matahari sebagai ibu bumi yang menyusuinya melalui panasnya.
Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam merebahkannya dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian.

Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan. Bumi menumbuhkan, menjaga dan membesarkannya. Pepohonan
dan bebungaan adalah ibu yang tulus memelihara bebuahan dan bebijian.

Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.
Penuh cinta dan kedamaian.


Kepada Ibu
by katjha

Sebuah senja

Selepas hujan lebat dengan prahara kecil
menyisakan suasana senja yang beku, bisu dan penuh
kepedihan..

Dari sebuah layar handphone
terbaca sebuah pesan singkat

“anak ku pulang..”

Sejenak hati beranjak gamang,
menemukan kesadaran dari duka kepulangan
dia yang kukasihi..

Ibu nya masih ingat aku, orang yang pernah dicintai anaknya.

Sore ini Little Guinevere telah dimakamkan,
bersambut dengan hujan deras dan gemuruh angin
prahara kecil.

Dia telah mati dalam pengkhianatan,
penodaan simbol-simbol kasih dan cinta yang tulus.

Ibu … setelah hujan reda engkau memanggil aku pulang?
masihkah orang yang berduka dan terkhianati ini anakmu?

Ibu … kenapa engkau tidak memanggil aku pulang
ketika hujan itu masih turun deras …
aku tahu itu karena engkau terlampau menyayangi aku
yang bukan darah dagingmu sendiri.

Aku tahu engkau tak ingin orang yang menanggung duka, pengkhianatan
dan sakit ini basah,
dan tubuhnya meradang dalam hujan yang dingin.

Aku beranjak berjalan …
menuju rumah ibu Little Guinevere
hening, sepi dan remang dalam temaram senja
setelah melewati pintu kujelang sosokmu ibu …
engkau terduduk, lemas dan lesu …
tapi sorot matamu masih tajam dan penuh ketegaran.

“kemarilah anak ku … maafin ibu yang egois dan tidak berguna ini”

“anak ku pasti engkau kecewa, semua rasa sayang, cinta
dan kehormatanmu disinggung, kemudian
orang yang melakukan itu kini telah mati”

Walau dalam remang, aku lihat matanya berlinang
tapi jejak-jejak ketegaran nya masih membekas
“kemarilah anak ku … ”

Aku pun mendekat, dia usap kepalaku dengan penuh kasih sayang
“anak ku, maafkan ibu ya ..”

“telah kulahirkan seorang pengkhianat untuk hidup
dan cinta yang engkau perjuangkan”

Sepi … hening, diluar angin bergemuruh,
membawa udara dingin lewat lubang angin-angin rumah.
kutengadahkan kepalaku, kutatap dia, ibu dari Little Guinevere
walau seperti menelan seribu percikan bunga api
aku berkata sambil tersenyum tegak

“Ibuku … Kita manusia tertambat pada kefanaan,
sungguh pun dalam hidup kita adakalanya dikhianati, disakiti,
bahkan oleh orang yang paling kita sayangi”

“Ibuku … tegak lah … mari tersenyum untuk kenytaan
kali ini yang kita rasakan tidak adil”

“sebagai bukti ketegaran kita dan jiwa kita yang melawan,
menolak tunduk kepada takdir yang saki”

“ibuku … mulai saat ini aku adalah anakmu …
walau bukan lahir dari rahim mu, tapi aku lahir dari
kasih sayang mu kepada putri kesayanganmu”

“Ibuku … anakmu ini menyayangi ibunya”


IBU
by ngurah

Bu ingatkah janjiku dulu
Saat sandikala perlahan datang menumpu hari
Saat potongan ayam kita bubuhkan untuk lauk dagangan

Ibu mungkin sudah lupa
Sembari bekerja kita berbagi
Tentang untung rugi dan pengeluaran
Tentang nyeri tulang yang tak tertahankan
Tentang luka gores tangan yang telah mengering

Bu jika aku mampu nanti jangan ibu tidur beralas tikar
Tak boleh lagi ibu basuh muka dengan air timba
Jangan pernah ibu melangkah saat kaki meradang

Bu..
Saat ku tlah bisa kenapa ibu tak bisa menunggu




Baca Artikel lainya:

0 comments:

Posting Komentar