Tweet |
Setelah
meninggalnya Mbah Maridjan, Mbah Ponimin disebut akan menggantikan
juru kunci Merapi. Munculnya juru kunci baru ini dinilai sebagai
hancurnya kredibilitas ilmuwan Indonesia.
"Saya
kira ini penghancuran kredibilitas ilmuwan, sehingga mencari
alternatif-alternatif lain sehingga ilmuwan tidak didengarkan.
Masyarakat malah percaya pada Mbah Maridjan sama Mbah Ponimin, ilmuwan
nggak didengerin," kata Abdullah Sanny, Associate Profesor di Jurusan
Teknik Geofisika ITB.
Sanny
mengatakan kesultanan Yogyakarta memilih juru kunci baru menyangkut
masalah kultural. Sementara masyarakat tidak percaya pada ilmuwan
karena sosialisasi yang minim. Akibatnya, orang-orang percaya pada
hal-hal yang bersifat mitos.
Mereka
lebih percaya pada mitos daripada ilmuwan. "Ditambah lagi sudah
berkembang ilmuwan sekarang tidak dibekali teknologi canggih, makanya
mereka pilih juru kunci," kata Sanny.
Menyangkut
fenomena Mbah Maridjan, Sanny mengatakan perlu dilakukan pendidikan.
Jadi tidak diarahkan ke kufur atau mitos, namun dibawa ke arah yang
lebih ilmiah.
Wisdom
bisa saja muncul dari penduduk, wisdom ini adalah orang yang
benar-benar memahami fenomena di lingkungannya. "Dia bisa saja berfungsi
sebagai scientist dengan memahami kelakuan gunung," katanya.
Sanny
menambahkan Merapi memuntahkan lava setiap 3-4 tahun sekali. Oleh
karena itu, orang seperti Mbah Maridjan memahami, namun sayangnya ia
tinggal di jalur wedus gembel sehingga jadi korban.
Fenomena
juru kunci seperti ini ada juga di tempat lain, tapi tidak
ditonjolkan seperti di Merapi. "Biasanya di semua tempat ada, orang ini
dicontohkan sebagai orang yang paham akan lingkungannya," katanya.
0 comments:
Posting Komentar