Jumat, 14 Oktober 2011

MERAH PUTIH 3 (hati merdeka)



                                                                                                                                                                                                     

Film Hati Merdeka (Merah Putih 3) adalah film yang bertemakan peperangan dengan unsur nasionalisme. Agak sulit sebenarnya menilai film ini, saya sadar akan di cerca dengan mengabaikan unsur tujuan dari film ini yaitu menumbuhkan nasionalisme. Saya cukup yakin bahwa film ini bakal mendapat good review dari beberapa kalangan. Percaya atau tidak? kita lihat nanti. Saya hanya ingin membahas film ini dari segi yang saya sudah tetapkan dari awal. Saya akan pure menggunakan penilaian selera saya terhadap film ini. Yang artinya, saya tidak akan ada unsur mengkasihani, membandingkan dengan film-film hantu, bahkan menjunjung tinggi nilai nasionalismenya. Saya akui, film ini sarat dengan nilai nasionalisme. Sayang dari segi lainnya? LUPAKAN SAJA. Jadi, bagi yang menganggap film ini bagus, saya rasa anda tidak perlu melanjutkan membaca tulisan saya tentang film ini karena saya tidak berniat untuk menepuktangani melainkan menamparinya.
Lupakan cerita sebelumnya, yah serius, lupakan apa yang terjadi sama film sebelumnya. Anda tak perlu takut bahwa anda akan ketinggalan cerita atau merasa gak akan nyambung sama film ketiga kalau belum menonton yang pertama atau kedua. Saya pribadi belum menonton yang pertamanya dan merasa tidak kesulitan untuk mengenali keseluruhan cerita di film ketiga Merah Putih. Seperti saya bilang, lupakan apa yang disuguhkan film ini dalam segi cerita. Cerita utama di film ini singkat yaitu membunuh kolonel Raymer. Dah cuman segitu, sisanya baru ditempelin cerita tambahan seperti drama romantis, dilema seorang kapten, kecemburuan dan hal gak penting lainnya. Kenapa tidak penting? yah karena adegan-adegan tersebut tidak ada hubungannya dan tidak mempengaruhi cerita utamanya. Awalnya saya kira kisah tempelan itu bakal mempengaruhi cerita utamanya, eh tahu-tahunya tidak sama sekali. Kecewa? tentu jelas. Dengan cerita super biasa ditambah adegan-adegan gak penting membuat film ini semakin hambar dan membosankan. Belum lagi karena kekonyolan ceritanya bahkan sempat saya tertawai juga adegannya. Yang niatnya mau drama, jatuhnya ke komedi. Ah, gagal.
Oke, maju ke bagian dialog atau naskahnya. Yang membuat saya terganggu adalah gaya bahasanya. Yah, gaya bahasanya. Entah kenapa, rasanya agak aneh. Tapi, yang membuat saya kecewa bukan gaya bahasanya melainkan dialognya yang begitu mini dan terang-terangan. Semisal, saat SPOILER ALERT! Amir (Lukman Sardi) menolak untuk ikut ke misinya. Dengan singkat, dia hanya bilang tidak. Tidak ada adu mulut yang terjadi, yang ada malah adu mulut sama yang bisu. Dari adegan tersebut, saya bisa saja menyimpulkan bahwa penulis begitu malas membuat dialog di film ini. Yang ada, adegan dengan dialog sedikit dan lebih banyak adegan tak bersuara yang begitu lama durasinya. Ohh, membosankan. Tapi, penulis mengakali keterbatasan dialog di film ini dengan menempeli adegan nasionalisme (entah dalam bentuk dialog ataupun tidak. Tapi kayaknya dalam bentuk non-verbal. Kan dah ketahuan malasnya penulis). Untuk adegan aksinya, Yah, tidak ada bedanya dengan yang kedua, sangat tidak masuk akal dan berlebih-lebihan. Saya ambil yang bagian terakhirnya ajah deh. Awalnya dikepung sama tentara Raymer, eh tiba-tiba dalam sekejap dan tanpa jelas, keadaan berbalik dengan cepat dan dengan konyol. Sudah terekspos dilapangan tapi tidak ketembak-ketembak. Yah, anggap ajah beruntung. Ada lagi adegan yang mengawali tertawaan saya, yaitu adegan dimana kelompok Amir kabur dari tempat klub (atau apalah namanya. hehe). Apa coba yang konyol? kabur kok lewat arah depan, yah lewat belakang dong kalau gak mau ditembak. Benar-benar sengaja untuk diekspos (lewat depan musuh). Saya melihat hal itu sebagai adegan yang benar-benar kaya dengan nasionalisme. Maksudnya adalah, entah apapun resikonya, sang pahlawan tetap maju kedepan. Yah, menurut saya itu sangat tidak masuk akal dan berlebihan. terlebih lagi gak ada yang ketembak-tembak. hahaha. :)
Overall, film ini sangat berkualitas dari segi audio dan visual. Tapi, dari segi cerita dan naskah, boooo. Mungkin alasan yang anda bisa pakai untuk menonton film ini hanya unsur nasionalismenya. Film ini gagal di segi cerita dan naskah. Sangat disayangkan sekali bukan?. Saya menonton film ini In Digital (D-Cinema), yang benar-benar memanjakan mata. Gambar jernih, terang. Pokoknya TOP deh visual dan audionya. Setidaknya dengan visual seperti itu, film ini layak ditonton di bioskop. Akhir kata, saya memang memuja visual dan audionya, tapi saya tidak punya rasa ampun di cerita dan naskah. Dan untuk ukuran film penutup trilogi, film ini gagal menyuguhkan konklusi dari kedua seri sebelumnya. BOOO!


Baca Artikel lainya:

0 comments:

Posting Komentar